Kuis
Kebangsaan: Sebuah Kampanye Terselubung yang Membodohi Publik
Widi Ayuningtyas
Kuis Kebangsaan yang disiarkan langsung oleh RCTI, sebuah stasiun
TV milik Hary Tanoesodibjo, gabungan media MNC grup yang juga cawapres dari
partai Hanura. Kuis ini merupakan kuis yang termasuk kedalam kategori kuis
interaktif. Kuis tersebut terlihat seperti kuis kebanyakan di televisi. Ada
seorang presenter yang menyampaikan
tata cara permainan, lalu menyampaikan pertanyaan. Atau memberikan waktu dan
tempat kepada seorang bintang tamu untuk membacakan pertanyaan tersebut.
Kemudian seorang penelpon akan menjawab pertanyaan itu dan mendapatkan sebuah
hadiah.
Penelepon kuis wajib menyebutkan password atau kata kunci Besih, Peduli, Tegas. Kemudian, presenter memberikan opsi kepada
penelepon untuk memilih satu dari lima huruf yang disediakan yaitu WINHT dimana
didalamnya terdapat pertanyaan yang kemudian akan dijawab oleh penelepon.
Pertanyaan biasanya berhubungan dengan Bangsa Indonesia.
Kuis ini ditayangkan setiap
hari pada pukul 09.30 WIB dan pada pukul 17.00 WIB. Hadiah yang disediakan
mulai dari barang elektronik hingga sepeda motor tiap episodenya. Ada dua
penelepon yang berkesempatan memperoleh hadiah yang disediakan tadi.
Kuis ini sempat mendapat pro dan kontra karena terdapat unsur kampanye
politik terselubung, dengan mengikutsertakan salah satu pasangan capres dan cawapres
dari partai Hanura yaitu Wiranto dan Harry Tanoesoedibjo. Kemudian adanya unsur
WINHT yang begitu kental di kuis ini. Bintang tamu yang membacakan pertanyaan
kebanyakan juga adalah simpatisan dan birokrat dari partai Hanura. Ada begitu
banyak konteks politis dalam kuis ini. Seperti yang dikutip oleh beberapa media
online, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat menjatuhkan sanksi administratif
berupa penghentian sementara program siaran Kuis Kebangsaan yang ditayangkan
oleh TV swasta milik Harry Tanoesoedibjo tersebut. Penghentian tersebut berlaku
sejak 21 Februari 2014 hingga dilakukannya perubahan materi program siaran
tersebut. Ketua KPI Judhariksawan mengatakan program tersebut mengandung isi
siaran tak netral dan dimanfaatkan oleh pemilik lembaga penyiaran untuk
kepentingan pribadi. KPI berharap sanksi administratif ini menjadi pelanggaran
bagi lembaga penyiaran lain yang masih menyiarkan materi iklan politik yang melanggar
ketentuan dalam P3SPS.
Selain itu, daftar pelanggaran yang dilakukan oleh Kuis Kebangsaan
menurut pasal- pasal hukum media massa yang relevan adalah sebagai berikut:
Pertama, frekuensi publik dan penyiaran untuk kepentingan
pencitraan dan mendongkrak suatu partai. UU penyiaran No. 32/2002 pasal 1 ayat
4 yang berisi penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang,
yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara
umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan
berkesinambungan. Undang-undang penyiaran pasal 5 Pasal 5 penyiaran diarahkan
untuk memberi informasi benar, seimbang dan bertanggung jawab.Undang-undang
penyiaran Pasal 6 ayat 2 berisi frekuensi yang digunakan oleh siaran televisi adalah
ranah publik dan sumber daya alam terbatas. Karena itu pula, Negara menguasai
spectrum yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar- besarnya
kemakmuran rakyat. Pasal 36 ayat 4 berisi siaran wajib dijaga netralisasinya
dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
P3SPS 2011 pasal 11 dan pasal 11 ayat 1 dan ayat 2 P3SPS yang
berisi tentang lembaga penyiaran wajib menjaga indenpendensi dan netralisasi
isi siaran dalam setiap program siaran. Program siaran wajib dimanfaatkan untuk
kepentingan publik dan bukan buat kepentingan
tertentu. Program siaran dilarang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi
pemilik lembaga penyiaran dan atau kelompoknya. Serta Pasal 71 ayat 3 yang
berisi program siaran dilarang memiak salah satu peserta Pemilihan Umum
dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Menurut Noam Chomsky, media selalu terpengaruh oleh 5 filtrasi. Lima filtrasi tersebut antara lain adalah:
kepemilikan, periklanan, narasumber media, flak, dan antikomunisme (Chomsky,
1988; Dalam Shei Latiefah; 2011). Tak dapat dipungkiri kepemilikan media akan
berpengaruh pada bagaimana konten yang disajikan di media tersebut, dan
bagaimana framing pemberitaan yang dihadirkan.
Media dapat menjadi corong politis yang berfungsi melayani kepentingan
pemiliknya. Ini berbahaya karena akan terjadi bias dalam pemberitaan tersebut
dimana fakta yang sebenarnya bisa saja terabaikan demi mengedepankan
kepentingan sang pemilik media. Terlebih jika pemilik media tersebut
berafiliasi dengan sebuah kegiatan politik tertentu.
Maka teori Chomsky tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan
mengapa Kuis Kebangsaan memberikan slot khusus untuk kepentingan politik dari
pasangan capres dan cawapres dari partai Hanura yaitu Wiranto dan Harry
Tanoesoedibjo. Menggunakan frekuensi publik untuk kepentingan pencitraan dan
mendongkrak suara partai mereka. Hal itu menunjukan hilangnya etika dan norma
hukum penyiaran. Sejatinya frekuensi publik harus digunakan untuk kemaslahatan
masyarakat. Namun dengan kuatnya unsur kepemilikan media dalam kasus ini, maka
Harry Tanoesoedibjo bisa dengan leluasa memanfaatkan frekuensi publik itu untuk
kepentingan pribadinya sebagai seorang politisi. Sangat jelas, faktor
kepemilikan ini menimbulkan bias dalam konten yang disajikan. Selain itu pula,
frekuensi publik untuk kepentingan politik juga melanggar Pedoman Perlaku
Penyiaran Standar Program Siaran (P3SPS) yang menyebutkan suatu lembaga
penyiaran harus bersifat netral tidak dipengaruhi oleh pihak internal maupun
eksternal termasuk pemilik modal lembaga penyiaran. Disini menunjukan ada
perilaku naif dari para pemilik media yang terjun kedunia politik yang
ingin mengusung kepentingannya sesaat
Seperti yang telah dituturkan William L. Rivers, dalam bukunya Media massa dan Masyarakat Modern, yang
menyebutkan bahwa media menggunakan kekuatan besarnya untuk mempromosikan
kepentingan pemiliknya saja. Mereka bersiteguh ada pandangan-pandangan politik
dan ekonominya sendiri. Mereka mengabaikan atau bahkan memberangus pendapat
yang lain. (Rivers, 2008:89).
Daftar pelanggaran yang kedua adalah kebohongan publik. Kuis
Kebangsaan ternyata telah di setting. Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Komisi
Penyiaran Indonesia dalam pasal 49 menyebutkan bahwa “lembaga penyiaran
dilarang menyiarkan program kuis yang mengandung unsur penipuan dan perjudian.”
Program Kuis Kebangsaan yang nampak seperti kuis dengan peserta
umum, ternyata sudah mengalami proses setting dimana peserta yang ikut
sebenarnya adalah talent dari program. Hal ini diindikasikan sebagai cara untuk
menunjukkan bahwa banyak orang yang mendukung langkah WINHT dalam berpolitik,
dan menjadi semacam penggiringan opini publik untuk lebih mengenal kedua
pasangan calon capres dan cawapres itu.
Pengguna media sosial ramai membicarakan Kuis Kebangsaan WIN-HT.
Kuis ini diduga telah diatur setelah beberapa peserta melontarkan jawaban
sebelum pembawa acara mengajukan pertanyaan. Dalam sebuah video yang diunggah
di media sosial, seorang warga bernama Syaifudin dari Trenggalek, Jawa Timur,
melontarkan jawaban “A. Istana Maimun.” Padahal Syaifudin belum memilih
pertanyaan yang diajukan. “Huruf apa Pak? Bukan. Ini dia nih. Bapak boleh pilih
dulu huruf W,I,N,H,T yang ada disebelah saya. Silahkan, kata Tiffany, pembawa
acara, sambil menunjukan pilihan huruf yang dapat dipilih oleh Syaifudin.
Syaifudin pun terdengar kebingungan, dan sempat berkata, “Ooh…”Setelah dipikir
sejenak, Syaifudin pun akhirnya memilih pertanyaan yang berada dibalik huruf
“H”. setelah itu, Syaifudin pun diajukan pertanyaan sebagai berikut: “Istana
yang menjadi salah satu ikon kota Medan dan dibangun pada tahun 1888 adalah?”
dibawah pertanyaan ada tiga pilihan jawaban, yaitu A. Istana Maimun B. Gedung
Sate C. Museum Gajah. Syaifudin pun kembali mengulang jawaban, “A. Istana
Maimun” yang dinyatakan benar.
Adapun contoh kasus yang sama dengan yang dialami oleh Syaifudin.
Seorang warga dari Medan bernama Yoel pun sempat kebingungan mengikuti kuis
ini. Sebelum mendapatkan pertanyaan, Yoel langsung melontarkan jawaban, “A. MT
Haryono”. Akhirnya pembawa acara pun
mengingatkan Yoel untuk memilih pertanyaan terlebih dahulu. Yoel pun sempat
memilih huruf “A”. Padahal, dilayar kaca tak ada huruf A. huruf yang tersedia
adalah W,I,N,H,T. Akhirnya, Yoel pun memilih huruf “W” lalu pertanyaan pun diajukan,
“Selain Ahmad Yani, siapa yang termasuk kedalam 7 pahlawan revolusi?”.
Selanjutnya, ada tiga pilihan jawaban, yaitu: A. MT Haryono B. Gatot Subroto C.
Slamet Riyadi, dan Yoel pun memilih jawaban A. MT Haryono yang dinyatakan
benar.
Dengan konglomerasi media, maka media menjadi ladang bisnis
menggiurkan serta alat untuk memperkuat bisnis ekonomi dan politik pemilik
media. Konglomerasi media terbentuk dari kapitalis global. Sehingga yang harus
merasakan dampaknya adalah industri media itu sendiri, pekerja media, isi media
dan khalayak sebagai pengguna media. Hal tersebut menjadi masalah nasional yang
bisa dikatakan berbahaya karena bisa berdampak luas jika media ini hanya
dikuasai oleh segelintir orang saja. Akibat konglomerasi media mempengaruhi
output media menjadi tidak objektif, terutama yang berkaitan dengan faktual dan
news. Para pemilik modal dapat dengan
seenaknya masuk dalam ranah editorial media. Mereka dengan mudah memutarbalikan
fakta, berita palsu dan cenderung berpihak yang menguntungkan sang pemilik
media. Pihak yang paling dirugikan tentu saja khalayak masyarakat yang
menggunkan media itu, karena setiap berita yang ditampilkan harus bedasarkan
fakta atau kebohongan publik untuk itu diperlukan regulasi yang dapat mengatur
atau membatasi pemusatan kepemilikan media massa. Jika dibiarkan maka
pertelevisian kita setiap hari hanya memperontonkan kebohongan hanya demi
kepentingan pemilik.
Daftar Pustaka
Latiefah, Shefti. 2011. Pendidikan
Media dan Pilar ke-5 Demokrasi ; Sebuah Makalah. Jakarta
Rivers, William L. 2008. Media
Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Kencana
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/02/21/n1baab-kpi-jatuhkan-sanksi-penghentian-sementara-untuk-kuis-kebangsaan-dan-indonesia-cerdas
Pernah di publikasikan dalam sebuah buku berjudul Jagal Ah Media tahun 2014.
Penerbit: Buku Litera Yogyakarta